1. Pendidikan Agama Islam
1.1 Pengertian dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
a) Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pengertian pendidikan itu bermacam-macam, hal ini disebabkan karena
perbedaan falsafah hidup yang dianut dan sudut pandang yang memberikan
rumusan tentang pendidikan itu.
Menurut Sahertian (2000 : 1) mengatakan bahwa pendidikan adalah "usaha
sadar yang dengan sengaja dirancangkan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan."
Sedangkan Ihsan mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha manusia
untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik
jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat dan kebudayaan. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan dapat
diartikan sebagai suatu hasil peradaban bangsa yang dikembangkan atas
dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri (nilai dan norma masyarakat)
yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau sebagai cita-cita dan
pernyataan tujuan pendidikannya (Ihsan, 1996 : 1)
Sedangkan
Pendidikan Agama Islam
berarti "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu
anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam". (Zuhairani,
1983 : 27)
Syariat islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya
diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan nabi
sesuai ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan dari satu segi
kita lihat bahwa pendidikan islam itu lebih banyak ditujukan kepada
perbaikan sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan baik bagi
keperluan diri sendiri maupun orang lain. Dari segi lainnya, pendidikan
islam tidak bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Ajaran islam
tidak memisahkan antara iman dan amal shaleh. Oleh karena itu,
pendidikan islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal
dan juga karena ajaran islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah
laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan
bersama, maka pendidikan islam adalah pendidikan individu dan pendidikan
masyarakat. Semula yang bertugas mendidik adalah para Nabi dan Rasul
selanjutnya para ulama, dan cerdik pandailah sebagai penerus tugas, dan
kewajiban mereka (Drajat, 1992 : 25-28).
Pendidikan agama dapat didefenisikan sebagai upaya untuk mengaktualkan
sifat-sifat kesempurnaan yang telah dianugerahkan oleh Allah Swt kepada
manusia, upaya tersebut dilaksanakan tanpa pamrih apapun kecuali untuk
semata-mata beribadah kepada Allah (Bawani, 1993 : 65).
Ahli lain juga menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah sebagai proses
penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insan yang beriman dan
bertakwa agar manusia menyadari kedudukannya, tugas dan fungsinya di
dunia dengan selalu memelihara hubungannya dengan Allah, dirinya
sendiri, masyarakat dan alam sekitarnya serta tanggung jawab kepada
Tuhan Yang Maha Esa (termasuk dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya)
(Ali, 1995 : 139)
Para ahli pendidikan islam telah mencoba memformutasi pengertian
pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah
:
- Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama islam adalah
proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan
dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi
dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
- Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai
upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih
dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang
mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta
didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal,
perasaan maupun perbuatanya.
- Ahmad D. Marimba mengemukakan bahwa pendidikan islam adalah
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama (insan kamil)
- Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan islam sebagai bimbingan yang
diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam (Tafsir, 2005 : 45)
Dari batasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan Islam
adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta didik) agar
dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologis atau gaya pandang
umat islam selama hidup di dunia.
Adapun pengertian lain pendidikan agama islam secara alamiah
adalah manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai
meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian
alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi
setingkat, pola perkembangan manusia dan kejadian alam semesta yang
berproses demikian adalah berlangsung di atas hukum alam yang ditetapkan
oleh Allah sebagai “sunnatullah”
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari
aspek-aspek rohaniah dan jasmani juga harus berlangsung secara bertahap
oleh karena suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi
perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai bilamana berlangsung melalui
proses demi proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau
pertumbuhannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam
adalah usaha sadar atau kegiatan yang disengaja dilakukan untuk
membimbing sekaligus mengarahkan anak didik menuju terbentuknya pribadi
yang utama (insan kamil) berdasarkan nilai-nilai etika islam dengan
tetap memelihara hubungan baik terhadap Allah Swt (HablumminAllah)
sesama manusia (hablumminannas), dirinya sendiri dan alam sekitarnya.
b) Tujuan Pendidikan Agama Islam
Sebelum peneliti mengemukakan tujuan Pendidikan Agama tersebut terlebih
dahulu akan mengemukakan tujuan pendidikan secara umum. Tujuan
pendidikan merupakan faktor yang sangat penting, karena merupakan arah
yang hendak dituju oleh pendidikan itu. Demikian pula halnya dengan Pendidikan Agama Islam,
yang tercakup mata pelajaran akhlak mulia dimaksudkan untuk membentuk
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi
pekerti, atau moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
Tujuan pendidikan secara formal diartikan sebagai rumusan kualifikasi,
pengetahuan, kemampuan dan sikap yang harus dimiliki oleh anak didik
setelah selesai suatu pelajaran di sekolah, karena tujuan berfungsi
mengarahkan, mengontrol dan memudahkan evaluasi suatu aktivitas sebab
tujuan pendidikan itu adalah identik dengan tujuan hidup manusia.
Dari uraian di atas tujuan Pendidikan Agama peneliti sesuaikan dengan
tujuan Pendidikan Agama di lembaga-lembaga pendidikan formal dan
peneliti membagi tujuan Pendidikan Agama itu menjadi dua bagian dengan
uraian sebagai berikut :
1) Tujuan Umum
Tujuan umum Pendidikan Agama Islam adalah untuk mencapai kwalitas yang
disebutkan oleh al-Qur'an dan hadits sedangkan fungsi pendidikan
nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi
tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional
yang tercantum dalam Undang-Undang dasar No. 20 Tahun 2003
Dari tujuan umum pendidikan di atas berarti Pendidikan Agama bertugas
untuk membimbing dan mengarahkan anak didik supaya menjadi muslim yang
beriman teguh sebagai refleksi dari keimanan yang telah dibina oleh
penanaman pengetahuan agama yang harus dicerminkan dengan akhlak yang
mulia sebagai sasaran akhir dari Pendidikan Agama itu.
Menurut Abdul Fattah Jalal tujuan umum pendidikan Islam adalah
terwujudnya manusia sebagai hambah Allah, ia mengatakan bahwa tujuan ini
akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip surat at-Takwir
ayat 27. Jalal menyatakan bahwa tujuan itu adalah untuk semua manusia.
Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia
menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah atau dengan kata
lain beribadah kepada Allah.
Islam menghendaki agar manusia dididik supaya ia mampu merealisasikan
tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah. Tujuan
hidup manusia itu menurut Allah adalah beribadah kepada Allah, ini
diketahui dari surat al-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi :
Artinya : “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Q.S al-Dzariyat, 56)
2) Tujuan Khusus
Tujuan khusus Pendidikan Agama adalah tujuan yang disesuaikan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan jenjang pendidikan yang
dilaluinya, sehingga setiap tujuan Pendidikan Agama pada setiap jenjang
sekolah mempunyai tujuan yang berbeda-beda, seperti tujuan Pendidikan
Agama di sekolah dasar berbeda dengan tujuan Pendidikan Agama di SMP,
SMA dan berbeda pula dengan tujuan Pendidikan Agama di perguruan tinggi.
Tujuan khusus pendidikan seperti di SLTP adalah untuk meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut serta meningkatkan
tata cara membaca al-Qur’an dan tajwid sampai kepada tata cara
menerapkan hukum bacaan mad dan wakaf. Membiasakan perilaku terpuji
seperti qanaah dan tasawuh dan menjawukan diri dari perilaku tercela
seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah serta memahami dan meneladani
tata cara mandi wajib dan shalat-shalat wajib maupun shalat sunat
(Riyanto, 2006 : 160).
Sedangkan tujuan lain untuk menjadikan anak didik agar menjadi pemeluk
agama yang aktif dan menjadi masyarakat atau warga negara yang baik
dimana keduanya itu terpadu untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan
merupakan suatu hakekat, sehingga setiap pemeluk agama yang aktif secara
otomatis akan menjadi warga negara yang baik, terciptalah warga negara
yang pancasilis dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
1.2 Ruang Lingkup Ajaran Islam
Ruang lingkup ajaran islam meliputi tiga bidang yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak
a. Aqidah
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah
aqa’id. Arti aqidah menurut istilah ialah keyakinan hidup atau lebih
khas lagi iman. Sesuai dengan maknanya ini yang disebut aqidah ialah
bidang keimanan dalam islam dengan meliputi semua hal yang harus
diyakini oleh seorang muslim/mukmin. Terutama sekali yang termasuk
bidang aqidah ialah rukun iman yang enam, yaitu iman kepada Allah,
kepada malaikat-malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada
Rasul-rasul-Nya, kepada hari Akhir dan kepada qada’dan qadar.
b. Syari’ah
Syari’ah arti bahasanya jalan, sedang arti istilahnya ialah peraturan
Allah yang mengatur hubungan manusia dengan tiga pihak Tuhan, sesama
manusia dan alam seluruhnya, peraturan Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan tuhan disebut ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia
dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Muamalah. Rukun Islam
yang lima yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji termasuk ibadah,
yaitu ibadah dalam artinya yang khusus yang materi dan tata caranya
telah ditentukan secara parmanen dan rinci dalam al-Qur’an dan sunnah
Rasululah Saw.
Selanjutnya muamalah dapat dirinci lagi, sehingga terdiri dari
- Munakahat (perkawinan), termasuk di dalamnya soal harta waris (faraidh) dan wasiat
- Tijarah (hukum niaga) termasuk di dalamnya soal sewa-menyewa, utang-piutang, wakaf.
- Hudud dan jinayat keduanya merupakan hukum pidana islam
Hudud ialah hukum bagi tindak kejahatan zina, tuduhan zina, merampok,
mencuri dan minum-minuman keras. Sedangkan jinayat adalah hukum bagi
tindakan kejahatan pembunuhan, melukai orang, memotong anggota, dan
menghilangkan manfaat badan, dalam tinayat berlaku qishas yaitu “hukum
balas”
- Khilafat (pemerintahan/politik islam)
- Jihad (perang), termasuk juga soal ghanimah (harta rampasan perang) dan tawanan).
- Akhlak/etika
Akhlak adalah berasal dari bahasa Arab jamat dari “khuluq” yang artinya
perangai atau tabiat. Sesuai dengan arti bahasa ini, maka akhlak adalah
bagian ajaran islam yang mengatur tingkahlaku perangai manusia. Ibnu
Maskawaih mendefenisikan akhlak dengan “keadaan jiwa seseorang yang
mendorongnya melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan
fikiran”.
Akhlak ini meliputi akhlak manusia kepada tuhan, kepada nabi/rasul,
kepada diri sendiri, kepada keluarga, kepada tetangga, kepada sesama
muslim, kepada non muslim.
Dalam Islam selain akhlak dikenal juga istilah etika. Etika adalah suatu
ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang
harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan
jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat (Amin, 1975 : 3)
Jadi, etika adalah perbuatan baik yang timbul dari orang yang
melakukannya dengan sengaja dan berdasarkan kesadarannya sendiri serta
dalam melakukan perbuatan itu dia tau bahwa itu termasuk perbuatan baik
atau buruk.
Etika harus dibiasakan sejak dini, seperti anak kecil ketika makan dan
minum dibiasakan bagaimana etika makan atau etika minum, pembiasaan
etika makan dan minum sejak kecil akan berdampak setelah dewasa. Sama
halnya dengan etika berpakaian, anak perempuan dibiasakan menggunakan
berpakaian berciri khas perempuan seperti jilbab sedangkan laki-laki
memakai kopya dan sebagainya. Islam sangat memperhatikan etika berpakai
sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Ahsab di atas.
1.3 Pentingnya Pendidikan Agama Bagi Kehidupan
Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Demikian pentingnya
agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidak sesungguhnya
manusia sangatlah membutuhkan agama dan sangat dibutuhkanya agama oleh
manusia. Tidak saja di massa premitif dulu sewaktu ilmu pengetahuan
belum berkembang tetapi juga di zaman modern sekarang sewaktu ilmu dan
teknologi telah demikian maju.
Berikut ini sebagian dari bukti-bukti mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia.
a. Agama merupakan sumber moral
Manusia sangatlah memerlukan akhlaq atau moral, karena moral sangatlah
penting dalam kehidupan. Moral adalah mustika hidup yang membedakan
manusia dari hewan. Manusia tanpa moral pada hakekatnya adalah binatang
dan manusia yang membinatang ini sangatlah berbahaya, ia akan lebih
jahat dan lebih buas dari pada binatang buas sendiri.
Tanpa moral kehidupan akan kacau balau, tidak saja kehidupan
perseorangan tetapi juga kehidupan masyarakat dan negara, sebab soal
baik buruk atau halal haram tidak lagi dipedulikan orang. Dan kalau
halal haram tidak lagi dihiraukan. Ini namanya sudah maehiavellisme.
Machiavellisme adalah doktrin machiavelli “tujuan menghalalkan cara
kalau betul ini yang terjadi, biasa saja kemudian bangsa dan negara
hancur binasa.
Ahmad Syauqi, 1868 – 1932 seorang penyair Arab mengatakan “bahwa
keberadaan suatu bangsa ditentukan oleh akhlak, jika akhlak telah
lenyap, akan lenyap pulalah bangsa itu”.
Dalam kehidupan seringkali moral melebihi peranan ilmu, sebab ilmu
adakalanya merugikan. “kemajuan ilmu dan teknologi mendorong manusia
kepada kebiadapan”
Demikian dikatakan oleh Prof. Dr. Alexis Carrel seorang sarjana Amerika
penerima hadiah nobel 1948 “moral dapat digali dan diperoleh dalam
agama, karena agama adalah sumber moral paling teguh. Nabi Muhammad Saw
di utus tidak lain juga untuk membawa misi moral, yaitu untuk
menyempurnakan akhlak yang mulia”
W.M. Dixo dalam “The Human Situation” menulis “ Agama betul atau salah
dengan ajarannya percaya kepada Tuhan dan kehidupan akherat yang akan
datang, adalah dalam keseluruhannya kalau tidak satu-satunya peling
sedikit kita boleh percaya, merupakan dasar yang paling kecil bagi
moral”.
Dari tulisan W.M. Dixon di atas ini dapat diketahui bahwa agama
merupakan sumber dan dasar (paling kuat) bagi moral, karena agama
menganjurkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan akherat. Pendapat
Dixon ini memang betul. Kalau orang betul beriman bahwa Tuhan itu ada
dan Tuhan yang ada itu maha mengetahui kepada tiap orang sesuai dengan
amal yang dikerjakannya, maka keimanan seperti ini merupakan sumber yang
tidak kering-keringnya bagi moral. Itulah sebabnya ditegaskan oleh
Rasulullah Saw. Yang artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna
imanya ialah orang mukmin yang paling baik akhlaqnya” (Riwayat Tirmizi)
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pentingnya agama dalam
kehidupan disebabkan oleh sangat diperlukannya moral oleh manusia,
karena agama bersumber dari agama. Dan agama menjadi sumber moral,
karena agama menganjurkan iman kepada Tuhan dan kehidupan akherat, dan
selain itu karena adanya perintah dan larangan dalam agama.
b. Agama merupakan petunjuk kebenaran
Salah satu hal yang ingin diketahui oleh manusia ialah apa yang bernama
kebenaran. Masalah ini masalah besar, dan menjadi tanda tanya besar bagi
manusia sejak zaman dahulu kala. Apa kebenaran itu, dan dimana dapat
diperoleh manusia dengan akal, dengan ilmu dan dengan filsafatnya ingin
mengetahui dan mencapainya dan yang menjadi tujuan ilmu dan filsafat
tidak lain juga untuk mencari jawaban atas tanda tanya besar itu, yaitu
masalah kebenaran.
Tetapi dapat disayangkan, sebagaimana telah disebutkan dalam uraian
terdahulu, sebegitu jauh usaha ilmu dan filsafat untuk mencapai
kemampuan ilmu dan filsafat hanyalah sampai kepada kebenaran relatif
atau nisbi, padahal kebenaran relatif atau nisbi bukanlah kebenaran yang
sesungguhnya. Kebenaran yang sesungguhnya ialah kebenaran mutlak dan
universal, yaitu kebenaran yang sungguh-sungguh benar, absolut dan
berlaku untuk semua orang.
Tampakya sampai kapanpun masalah kebenaran akan tetap merupakan misteri
bagi manusia, kalau saja manusia hanya mengandalkan alat yang bernama
akal, atau ilmu atau juga filsafat (Demoikritas, 2004 : 360-460)
Kebenaran itu dalam sekali letaknya tidak terjangkau semuanya oleh
manusia. Penganut-penganut sufisme, yaitu aliran baru dalam filsafat
Yunani yang timbul pada pertengahan abad ke-5 menegaskan pula”.
Kebenaran yang sebenar-benarnya tidak tercapai oleh manusia.
Kemudian Bertrand Rossel seorang Failosuf Inggris termasyur juga berkata
“apa yang tidak sanggup dikerjakan oleh ahli ilmu pengetahuan, ialah
menentukan kebajikan (haq dan bathil). Segala sesuatu yang berkenaan
dengan nilai-nilai adalah di luar bidang ilmu pengetahuan. Hal ini
sesuai dengan firman Allah yang artinya “Sesungguhnya telah kami
turunkan al-Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran agar kamu memberi
kepastian hukum di antara manusia dengan apa yang telah ditunjukkan oleh
Allah kepadamu” (an-Nisa’, 105)
c. Agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika
Prof Arnoid Toynbee memperkuat pernyataan yang demikian ini. Menurut
ahli sejarah Inggris kenamaan ini tabir rahasia alam semesta juga ingin
di singkap oleh manusia. Dalam bukunya “An Historian’s Aproach to
religion” dia menulis, “ Tidak ada satu jiwapun akan melalui hidup ini
tanpa mendapat tantantangan-rangsangan untuk memikirkan rahasia alam
semesta”.
Ibnu Kholdum dalam kitab Muqaddimah-nya menulis “akal ada sebuah
timbangan yang tepat, yang catatannya pasti dan bisa dipercaya. Tetapi
mempergunakan akal untuk menimbang hakekat dari soal-soal yang berkaitan
dengan keesaan Tuhan, atau hidup sesudah mati, atau sifat-sifat Tuhan
atau soal-soal lain yang luar lingkungan akal, adalah sebagai mencoba
mempergunakan timbangan tukang emas untuk menimbang gunung, ini tidak
berarti bahwa timbangannya itu sendiri yang kurang tepat. Soalnya ialah
karena akal mempunyai batas-batas yang membatasinya.
Berhubungan dengan itu persoalan yang menyangkut metafisika masih gelap
bagi manusia dan belum mendapat penyelesaian semua tanda tanya tentang
itu tidak terjawab oleh akal.
d. Agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia, baik dikala suka maupun di kala duka
Hidup manusia di dunia yang pana ini kadang-kadang suka tapi
kadang-kadang juga duka. Maklumlah dunia bukanlah surga, tetapi juga
bukan neraka. Jika dunia itu surga, tentulah hanya kegembiraan yang ada,
dan jika dunia itu neraka tentulah hanya penderitaan yang terjadi.
Kenyataan yang menunjukan bahwa kehidupan dunia adalah rangkaian dari
suka dan duka yang silih berganti.
Firman Allah Swt yang artinya : “Setiap jiwa pasti akan merasakan
kematian, dan engkau kami coba dengan yang buruk dan dengan yang baik
sebagai ujian” (al-Ambiya, 35).
Dalam masyarakat dapat dilihat seringkali orang salah mengambil sikap
menghadapi cobaan suka dan duka ini. Misalnya dikala suka, orang mabuk
kepayang da lupa daratan. Bermacam karunia Tuhan yang ada padanya tidak
mengantarkan dia kepada kebaikan tetapi malah membuat manusia jahat.
(Shaleh, 2005: 45)
Berdasarkan uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sikap yang
salah juga sering dilakukan orang sewaktu di rundung duka. Misalnya
orang hanyut dalam himpitan kesedihan yang berkepanjangan. Dari sikap
yang keliru seperti itu dapat timbul gangguan kejiwaan seperti lesu,
murung, malas, kurang gairah hidup, putus asa dan merasa tidak berguna
bagi orang lain. Pendidikan Agama Islam
Daftar Pustaka
Zuhaerini, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya : Usaha Nasional.
Drajat, Zakiah, 1992. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara
Tafsir, Ahmad, 2005. Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Riyanto, Yatim. 2006. Pengembangan Kurikulum dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), IKAPI : Universiti Press.
Shaleh, Abdul, Rahman, 2005. Pendidikan Agama dan Pembangunan Untuk Bangsa.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.